[artiste manque]

TULISAN DIBUAT

Posted in ngalor-ngidul by noname on 8 Maret 2012

GambarSaya pernah membaca artikel yang menerangkan tujuan penulisan. Menurut penulis artikel tersebut setidaknya mencakup; menginformasikan, menghibur, dan memberi inspiratif. Bagi penulis artikel itu, menginformasikan sebagai tujuan standar. Ketika sebuah tulisan terlahir dan dipublis maka unsur menginformasikan kepada orang-orang lain (pembaca) sudah terpenuhi. Dengan membagikan apa yang diketahui kepada para pembaca adalah sebuah langkah informatif tersebut. Apa pun tulisan itu. Berisi apa pun tulisan tersebut. Itu dari sisi ketersebaran tulisan.

Sebuah tulisan bersifat informatif dapat juga karena berisi tentang teori-teori atau data-data yang diketahuinya tentang isi dari tulisan tersebut. Misalnya tidur pagi tidak bagus, karena sesuai hasil penelitian profesor X, tidur pagi akan menyebabkan timbunan lemak dalam tubuh kita kian banyak. Atau membaca dalam posisi tiduran dapat mengurangi kualitas kesehatan mata, hal tersebut disebabkan syaraf-syaraf mata tertarik menjadi kencang. Membaca lebih baik dengan cara duduk, syaraf dibiarkan dalam kondisi relaks.   

Sebuah tulisan dibuat untuk menghibur, sangat baik juga motif si penulis; setiap orang butuh hiburan. Namun yang perlu ditegaskan hiburan tidak melulu sesuatu mengandung unsur tawa atau lucu hingga pembacanya terpingkal-pingkal dibuatnya. Hiburan adalah sesuatu yang menyenangkan. Hiburan dibutuhkan manusia karena ada ruang-ruang kosong yang harus dipenuhi hal-hal yang menyenangkan. Apa pun  itu bentuk kesenangannya, terutama pada sisi rohani/spiritualitas. Misalnya seni dan agama bagi sebagian manusia merupakan instrumen hiburan.

Sedang tujuan inspiratif tulisan tersebut tidak hanya memberi informasi kepada para pembaca dengan disisipkan teori-teGambarori yang mendukung. Juga bukan hanya menghibur atau mendatangkan sesuatu yang menyenangkan. Tulisan yang inspiratif memenuhi dua tujuan tulisan dibuat; informatif sekaligus entertainment. Apa tulisan yang inspiratif itu? Dengan kata lugasnya, dapat menelusupkan harapan-harapan hidup dan menghidupkan nurani pembacanya. Bagaimana caranya? Tentunya bukan tulisan yang hanya melahirkan perdebatan-perdebatan dengan mengedepankan rasionalitas dan teori-teori yang mengungkungi kehidupan itu sendiri.

Jaman sekarang adalah jaman modernitas yang digerakkan dan dikembangkan oleh rasionalitas. Rasionalitas dihidupkan oleh daya pikir manusia yang hebatnya. Adalah aufklarung. Di mana kecerdasan yang begitu mumpuni dimiliki manusia memerani laku realitas hidup. Rasionalitas pada satu sisi senyawa dengan praktis, pragmatis. Apa yang menguntungkan itulah yang dijalankan. Hal-hal yang tidak praktis akan dibuang dalam tong-tong sampah, karena dianggap tidak berguna dalam kehidupan yang serba cepat melesat dan membutuhkan pikiran untung-rugi untuk menakar materi. Bahasa yang biasa digunakan adalah realistis (bersandar pada kenyataan yang sedang mengalir). Idealisme dan hal-hal yang abstrak akhirnya dipinggirkan, karena tidak praktis. Tumbuh-kembangnya budaya korupsi di negeri kita adalah contoh dari keberingasan rasionalitas. Karena sudah dianggap bagian dari budaya, maka ketika ada pejabat tidak korupsi dianggap tidak realistis, terlebih ketika kebutuhan hidup kian mendesak-depak-sepak. Dalam istilah Jawa, yang diungkapkan oleh Ronggowarsito, nek ora edan ora kaduman. Kalau tidak gila tidak mendapat bagian.  

Inspiratif berarti memuat nilai-nilai nurani yang berbicara, bukan semata pengetahuan material yang dapat dibantah atau disanggah dengan bermacam-mnacam teori atau debat-debat. Nurani merupakan mukjizat yang diberikan Tuhan kepada setiap orang. Nurani, berbeda dengan kecerdasan pikiran yang kemampuannya harus ditumbuhkan lewat lembaga pendidikan atau pembelajaran. Nurani bercokol dalam diri manusia tanpa memandang tingkat pendidikan, jenis kelamin, tempat asal, etnisitas, ras, keturunan, dsb. Dapat dikata nurani lahir lebih dahulu dibandingkan pengetahuan. Seperti kisah Ibrahim yang mencari Tuhan. Ia mencari Tuhan karena dilatari bahwa ia yakin ada dzat yang maha agung di luar dirinya yang telah menciptakan dirinya dan semesta ini.  

Ia melihat bintang, lalu dia menahbiskan bintang yang kerlap-kerlip itu adalah Tuhan. Namun ketika malam berlalu dan surut dan bintang tidak terlihat lagi maka pupus harapannya. “Tuhan kok menghilang!”. Kemudian dilihatnya matahari yang bercahaya dengan nyalang. “Inilah Tuhan!”. Kemudian ketika terbenam matahari juga menghilang. Begitu seterusnya. Namun jawaban-jawaban tidak pernah benar-benar dia ditemukan dengan fakta-fakta yang mengelilinginya, hingga akhirnya nuraninya tersadarkan Tuhan itu ada, namun tidak terlihat secara kasat mata.

Bagaimana tulisan yang inspiratif?

Tulisan inspratif berhulu pada perenungan atas realitas hidup yang sedang dijalani dengan bersandar pada pengalaman sehari-hari yang berkelebat dalam dengus nafas dan ruang-ruang waktu yang saling memburu. Muaranya adalah tumbuhnya simpati dan empati. Dengan simpati dapat menghidupkan rasa menghargai. Lewat empati kita dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang mengalami peristiwa tersebut. Dari pengalaman-pengalaman hidup tersebut, tanpa harus tersedot dalam banalitas realitas yang menghalalkan segala cara untuk menuntaskannya, terdapat kebijaksanaan-kebijaksanaan yang mungkin tidak terlihat secara kasat mata, namun dapat dirasakan. Laiknya menjadi filsuf yang memunguti remah-remah inti dari kehidupan itu sendiri. Tanpa terperosok menjadi pertapa. Selebihnya adalah belajar.  

Dalam antropologi dikenal sebuah teknik untuk meraup data-data di lapangan yaitu observasi partisipatif atau observasi yang terlibat dengan subyek (ada juga yang menyebutnya obyek). Dengan melibatkan diri dalam hidup si subyek (bisa jadi masyarakat luas dan kita adalah bagian kecil anggotanya), kita dapat memungut remah-remah peristiwa yang sangat manusiawi, yang terkadang dapat ditolak secara akal, namun nurani diakui. Dan kita menjadi saksinya. Entah itu perilaku-perilaku nyata ataupun tuturan mitos-mitos yang menghuni jagad pikiran manusia.

Terkadang kendala yang dihadapi untuk membuat tulisan inspiratif adalah ketertundukannya pada hawa nafsu untuk meyakinkan para pembaca dengan kekasarannya. Bukannya menginspirasi justru terjatuh dalam lembah regresif.

Secara pasti bagaimana tulisan yang inspiratif, saya masih mencari. Dan tidak jarang saya terjungkal ke dalam jurang menggurui yang sok suci atau artifisial masturbatif. Hal semacam itu sungguh tidak membuat pembaca nyaman atau terhibur, terlebih inspiratif.

Semoga bermanfaat!

 

Tinggalkan komentar